Setiap kata pedih yang terucap dari mulutmu untukku
suatu saat nanti pasti akan menjadi racun buatmu
Kamis, 26 Mei 2011
Umpama Pakpak
Kumpulan Umpama (Peribahasa) Pakpak
1. ULANG BAGE URUPEN SITANGIS
Jangan Bagai membantu orang yang sedang menangis.
Seseorang yang menangis pada saat kemalangan biasanya membuat orang lain juga ikut menangis. Setelah orang menangis yang pertama menjadi diam lalu membiarkan orang lain tersebut terus menangis. Ungkapan ini ditujukan kepada orang yang selalu memerintah orang lain tapi dia sendiri tidak ikut mengerjakan sesuatu, yang seharusnya dikerjakan bersama.
2. MULA ENGGO MERIDI TAPTAP MO
Bila mandi haruslah basah Ugkapan ini mengatakan, apabila mengerjakan sesuatu haruslah diselesaikan sampai selesai atau tuntas.
3. NDATES PENANGKIHEN, NDATES MA MULA NDABUH
Tinggi panjatan, tinggi pula jika jatuh Jika kita memanjat lebih tinggi, semakin tinggi juga kita akan jatuh. Semakin tinggi kedudukan seseorang, maka semakin tinggi pula tanggung jawab, tantangan dan resiko yang harus dihadapi.
4. ANTAN SULANGAT MERIO
Sulangat adalah penangkapan ikan khas pakpak yang terbuat dari benang, kawat dan kasa. Ungkapan ini mengatakan agar dalam melakukan segala sesuatu harus diukur dari kemampuan kita atau kita harus mengenal diri kita yang sebenarnya dalam mengerjakan sesuatu atau dalam memutuskan sesuatu yang melibatkan orang banyak
5. TARIK-TARIK MENGRAOK MENJEMPUT PODA
Hendak meraup banyak, mendapat sedikit pun tidak, kiasan ini ditujukan kepada orang tamak, dimana ia mengharapkan hasil banyak, kedudukan yang tinggi, keuntungan, akhirnya tidak mendapatkan sedikitpun hasil.
6. MENGITE BABAH GOLOK I TERUHNA RANJO
Parang dan ranjau adalah tajam sehingga setiap orang takut memijaknya. Ungkapan ini dikatakan kepada orang yang berbuat kesalahan besar yang sulit untuk dimaafkan maupun dibela.
7. IPALKOH SANGKALEN MENGENA PENGGEL
Dipukul talenan telinga terasa Talenan alat atau landasan untuk memotong, mencincang, mengiris sesuatu. Ungkapan ini meminta kita untuk selalu menuruti, was-was dan tanggap terhadap nasehat yang berguna yang diberikan oleh orang yang berpengalaman seperti : orang tua, abang kakak atau pimpinan.
8. LBBE IDEGER ASA NDABUH
Setelah digoyah baru jatuh Dikatakan kepada oaring yang sulit untuk mengerti tentang sesuatu atau pura-pura tidak tahu dan bisa juga dikatakan kepada seseorang yang sangat kikir. Setelah diberi isyarat tertentu atau dijelaskan secara terus terang baru mengerti permasalahan.
9. BAGE PEMAN TENGNGER
Seperti tungguan tenger Tengger adalah sejenis buah kayu yang walaupun telah membusuk tidak jatuh. Ungkapan yang menyatakan tidak adanya kepastian terhadap sesuatu keputusan
10. TERMELA-MELAKAN CINING I ABE
Untuk apa malu bekas luka di wajah Ungkapan ini menyatakan kita harus memberitahu yang sebenarnya. Kiasan ini mengartikan adanya kejujuran atau keterusterangan seseorang terhadap siapa dirinya dan apa yang dilakukannya.
11. MENENCENG BAGE BASI
Memaksa masuk seperti besi Dikatakan kepada orang yang selalu memaksakan kehendaknya kepada orang lain walaupun orang lain tersebut tidak menyukainya.
12. DUA KALI MANGAN MAK DUA KALI MERBORIH
Dua kali makan dua kali cuci tangan Ungkapan ini seberapa kali kita bebrbuat sesuatu, sebegitu juga kita mempertanggung jawabkannya atau menyelesaikannya. Makna lain apabila kita memulai sesuatu tindakan maka kita pula yang harus menyelesaikannya.
B. UNGKAPAN YANG BERKAITAN DENGAN FLORA
1. ARI-ARIAN BAGI MANGAN I OPIH
Sehari-hari seperti makan di pelepah pinang Kebiasaan seperti layaknya makan diatas pelapah pinang. Pribahasa ini diperuntukkan bagi seseorang yang mau enak sendiri artinya seseorang yang sangat gemar meminta bantuan dari teman atau orang lain tanpa adanya melakukan usaha demi peingkatan diri
2. BAGI GOLINGEN TABU
Seperti gulingan labu Labu karena bulat mudah untuk menggulingkannya. Ungkapan ini dipakai untuk menyebutkan seseorang yang tidak punya pendirian atau tidak percaya diri sehingga nudah untuk diperdayakan orang lain
3. BAGE MENAKA BULUH SIKEDEKNA ITINGKAH
Seperti membelah bambu yang kecil dipijak. Bambu dari pangkal ke pucuk biasanya mempunyai ketebalan yang berbeda, untuk menjaga keseimbangan maka membelah diwali dari pucuk. Ungkapan ini digunakan untuk memperingatkan orang kaya kuat atau orang tua atau tokoh-tokoh adat agar memberi nasehat atau keputusan secara adil bagi anak atau orang yang lebih lemah kedudukannya.
4. BAGI KETUK TANDANG
Ungkapan ini dikatakan kepada seseorang yang terlalu banyak bicara tetapi tidak banyak bertindak. Misalnya seseorang yang sering menasehati orang lain tetapi ia sendiri tidak berbuat seperti isi nasehatnya tersebut. Atau orang yang selalu menggurui orang lain.
5. BAGE TONGKOH IARNGO
Seperti tunggul kayu di tengah semak arngo. Ungkapan ini dikatakan kepada seseorang yang kurang dihargai ditengah-tengah masyarakat pada hal cukup banyak jasa yang diberikannya.
6. BAGI MENANGKIH KEPPENG
Keppeng adalah sejenis pohon hutan yang rasa buahnya asam. Ungkapan ini dikatakan kepada seseorang yang selalu berusaha walaupun kurang berkemampuan dan dia tidak pernah putus asa apa dan bagaimanapun hasil yang diperolehnya.
7. ULANG BEGE TAKUR-TAKUR
Ungkapan ini dikatakan kepada seseorang yang sangat enggan membantu orang lain atau orang yang sangat egoistis. Ungkapan ini biasanya diucapkan pada saat-saat adanya pertemuan desa atau nasehat orang tua terhadap anak-anak agar saling membantu satu sama lainnya.
8. BAGE KIROROH BULUNG LATENG
Ungkapan ini diperuntukkan sebagai nasehat terutama kepada orang muda yang belum berpengalaman supaya tidak sembrono dalam berprilaku atau bertindak. Untuk bertindak perlu dipikirkan terlebih dahulu sebelum melakukannya. Apabila bertindak dengan tidak berhati-hati maka akibatnyaakan fatal dan harus ditanggung sendiri.
9. BAGE NDERU PERSEGE
Ungkapan ini dikatakan kepada seseorang yang seolah-olah baik atau seolah-olah ringan tangan membantu orang lain, tetapi kenyataannya sangat berat tangan atau enggan membantu sesamanya.
10. BAGE KAYU MALEDANG
Ungkapan ini kepada seorang gadis yang berparas cantik, tinggi semampai dan anggun.
11. ULANG BAGE MENCEKEP REBA-REBA
Ungkapan ini dikatakan kepada seseorang yang tidak pernah serius melakukan sesuatu pekerjaan. Akibatnya dia sendiri tidak mendapat hasil malah mungkin akan celaka.
12. BAGE BATANG-BATANG PETINDIH TAN DATES SI TERIDAHNA
ungkapan ini dikatakan kepada seseorang yang suka menonjolkan diri karena kepintarannya berbicara tanpa mengingat adanya orang lain yang lebih berhak. Atau seseorang yang suka mengambil hak orang lain baik untuk berbicara atau mendapatkan sesuatu.
C. UNGKAPAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN FAUNA
1. GAJAH MERUBAT PELANDUK TERKAPIT
Gajah beradu, kancil yang terjepit. Orang besar berkelahi anak kecil ikut menjadi sasaran atau para pimpinan yang berselisih mengakibatkan kesulitan pada rakyat jelata.
2. ULANG BAGI BIAHAT MERDOKAR
Jangan seperti harimau beranak. Harimau beranak suka memangsa, lebih buas, tidak boleh didekati oleh binatang lain. Ungkapan ini dikatakan pada orang yang selalu marah, muka merah, kejam, tidak pandang bulu dan brutal, sifat yang tidak perlu untuk ditiru oleh manusia.
3. ULANG BAGE BERREK KELEGON
Jangan seperti beludru di musim kemarau. Beludru pada musim kemarau biasanya berkumpul pada sisa air di selokan. Ungkapan ini dikatakan kepada seseorang yang tidak mandiri dan tidak percaya diri sehingga selalu harus dibantu orang lain. Juga dikatakan pada orang yang selalu berkumpul tanpa melakukan usaha-usaha untuk peningkatan diri.
4. ULANG BAGE PERDALAN BIANG TONGGAL
Jangan seperti perjalanan anjing jantan. Anjing jantang biasanya kalau berjalan selalu singgah, sehingga lama sampai ketempat tujuan karena selalu memperhatikan anjing betina. Ungkapan ini ditujukan pada anak laki-laki yang menjelang remaja (mulai masa pacaran). Para Pemuda jika pergi kesuatu tempat hendaknya jangan terlalu sering singgah, tetapi harus sampai ketujuan terlebih dahulu baru kemudian direncanakan perjalanan berikutnya.
5. ULANG BAGE RENGKABER
Jangan seperti kalelawar.
Ungkapan ini dikatakan kepada seorang pemuda yang suka keluyuran pada malam hari dan pada waktu siang tidak kemana-mana atau tidak bekerja tetapi tidur atau dirumah saja.
6. MBUE KUNU UKUM BENBEN, SAD APE TAPI RENGGICING
Ungkapan ini dikatakan pada kemampuan manusia yang tidak diukur dari jumlah yang banyak tetapi terutama diukur oleh kepandaian seseorang. Jadi walupun sedikit tetapi mempunyai peran yang cukup berarti bagi masyarakat sebagai suatu hal yang positif.
7. ULANG BAGE OLONG NAGKA
Jangan seperti ulat nangka.
Ulat nangka biasanya berjalan lompat-lompat. Dikatakan kepada orang yang selalu pindah-pindah tempat tinggal dari tempat satu ketempat yang lain atau tidak betah menetap pada suatu tempat. Dapat juga diumpamakan kepada seorang gadis yang centil yang selalu minta diperhatikan.
8. ULANG BAGE MENOLONG BIANG TERKAPIT
Jangan seperti menolong anjing yang sedang terjepit. Ungkapan ini dikatakan misalnya dalam suatu perkara. Apabila ada orang ketiga yang campur tangan untuk menyelesaikan sengketa sering dijadikan sasaran kemarahan pihak yang bertikai. Maksud hati berbuat baik, malah sebaliknya mendapat pukulan, makian maupun hinaan.
9. MULAK NOLA KAMBING I BOANG NAI ungkapan ini menyatakan pemberian tidak boleh ditolak atau rezeki jangan disangkal tetapi harus disyukuri atau dinikmati.
10. I KERUT MENCI EKUR KOCING
Orang besar atau kedudukan tinggi tidaklah kekal adanya, sebaliknya juga bisa terjadi pada orang kecil atau berkedudukan rendah. Malah yang semula kedudukannya rendah akan mengantikan atau mengalahkan yang sebesar atau kedudukan tinggi.
11. NARUH ODA MERNENEH TAPI PEKASTUK
ungkapan ini dikatakan kepada setiap orang bahwa ternyata dalam kehidupan nyata pasti setiap orang pernah bertengkar atau berselisih pendapat antar sesame dimana saja.
12. BAGE TORANG PEROTOR-OTOR
seperti musang berjalan beriringan. Ungkapan ini dikatakan kepada suami istri yang apabila bepergian selalu bersama-sama dan setia sekata.
Selasa, 24 Mei 2011
SIMBUYAK-MBUYAK
Simbuyak-mbuyak sebagai bagian dari keluarga besar Si Enem Kodin ( Si Onom Hudon ), bagi saya, seperti kakak yang sangat menyayangi saudara-saudara kandungnya.. Rasa-rasanya, walau sebuah legenda, dia hidup dalam alam pikiran saya sebagai salah satu "nenek moyang" kami.
Tidak salah, apabila keberadaan beliau dalam hati keluarga besar Si Enem Kodin perlu diperkuat. Bupati Dairi, DR. Master Parulian Tumanggor sebagai putra Tumanggor menyikapinya dengan mengumpulkan beberapa orang yang mewakili marga-marga Si Enem Kodin untuk membangun sebuah "monumen" sebagai tanda hormat kami terhadap beliau.Monumen tersebut dipancang di tepi pantai sebuah desa di Kec. Maduamas. Berbentuk sebuah tonggak kayu yang dikelilingi oleh enam tonggak lainnya yang mewakili enam marga, Tinambunan, Tumangge(o)r, Maharaja, Turuta(e)n, Pinayungan dan Anakampun (Nahampun).
So, yuk kita mbaca dan nikmati legendanya...
----
Pada masa dahulu, di tanah Dairi ada sebuah negeri Urang Julu namanya. Di negeri itulah hidup sebuah keluarga terdiri dari sembilan orang yaitu ibu, bapak dan tujuh orang anaknya. Negeri itu besar dan penduduknya banyak. Nama anak-anaknya itu mulai dari yang paling tua berturut-turut adalah Simbuyak-mbuyak, Turuten, Pinayungen, Maharaja, Tinambunen, Tumangger dan Anak Ampun. Adapun si sulung cacat tubuhnya sejak lahir, yaitu tulang belakangnya sangat lemah. Karena itu dia tak bisa berdiri apalagi berjalan seperti saudara-saudaranya yang lain. Melihat keadaan si sulung yang demikian, orang tua itu dengan bijaksana menasehati anak-anaknya; " Manusia memang menginginkan yang sempurna dan yang baik, tapi Tuhan yang menciptakan kita lebih berkuasa dan lebih menentukan. Jika dikehendakinya dikuranginya kesempurnaan kita, dan jadilah kita seperti abangmu itu. Tetapi walau bagaimana dia adalah yang tertua diantara kalian. Dan dia juga adalah ciptaan Tuhan. Karena itu kalian harus tetap hormat sebagaimana layaknya adik-adik kepada abangnya. Dan jika itu kalian tidak lakukan , maka kalian akan berdosa menurut pandangan Tuhan Yang Maha Pencipta, karena telah membeda-bedakan ciptaan-Nya. Dan semua nasehat itu dilaksanakan dengan baik oleh keenam anaknya itu. Demikianlah ketujuh bersaudara itu hidup rukun dan damai, saling hormat-menghormati satu sama lain.
Lama kelamaan meningkat dewasalah anak-anak itu dan sebagaimana biasanya di Tanah dairi, maka pemuda-pemuda yang sudah meningkat dewasa haruslah meninggalkan kampung halaman, merantau ketempat-tempat sekitar, mencari nafkah untuk hidup. Bermacam-macam pekerjaan yang dapat dilakukan pemuda-pemuda pada waktu itu, dan bahkan juga sampai sekarang ini. Umpamanya mereka mencari kemenya, mengambil mayang ataupun mengumpulkan kapur barur di hutan. Ketika itu kapur barus sangat bagus harnya, harganya berimbang dengan harga emas. Hanya emas yang ada waktu itu adalah yang rendah mutunya, yakni 8 karat saja. Demikianlah adik Simbuyakmbuyak telah bertekat hendak pergi merantau mencari kapur barus. Ketika hal itu diberitahukan mereka kepada abangnya itu, maka siabang ini pun menyatakan keinginannya, agar diajak turut bersama-sama. " Kalian ikutkanlah aku dalam rombongan. Setidak-tidaknya aku akan dapat menjaga gubuk kalian pada waktu kalian pergi ke hutan". Begitulah kata Simbuyak-mbuyak kepada adik-adiknya. Akhirnya mereka pun setuju, begitu pula kedua orang tua mereka. Maka berangkatlah ketujuh bersaudara itu.
Perjalanan mereka amat sulit, karena melalui hutan dan lembah serta gunung-gunung. Apalagi dalam perjalan itu mereka harus menggendong abangnya secara berganti-ganti. Dan ditempat-tempat tertentu seperti pendakian dan penurunan, Simbuyak-mbuyak mereka tandu bersama-sama. Lama kelamaan sampai jugalah mereka ke hutan yang banyak menghasilkan kapur barus. Mereka memilih lereng gunung Sijagar, tempat membuat gubuk untuk ditinggali selama mencari kapur barus itu. Tempat yang mereka pilih itu tepat dipertengahan lereng gunung itu , sesuai dengan permintaan abang mereka Simbuyak-mbuyak. Caranya mereka menentukan tempat itu ialah dengan jalan mengukur jarak dari kaki sampai ke puncak Gunung. Tepat dipertengahan jarak itu, di lereng gunung Sijagar mereka bangun gubuk. Kayu-kayu yang selama ini dipakai untuk pemikul Simbuyak- mbuyak mereka tanamkan dimuka gubuk.
Tak lama kemudian tumbuhlah disana pohon-pohon yang rimbun. Sampai sekarang ini jenis kayu yang berasal dari tanaman Simbuyak-mbuyak dan adik-adiknya itu masih ada disana, begitu juga bekas tempat perumahan mereka. Dari Gunung Sijagar kalau dilayangkan pandang, maka akan jelas terlihat daerah Manduamas dan Boang terbentang luas. Dan jika pandang diarahkan ke tempat yang lebin jauh , mata kita akan tertumbuk denga laut lepas Samudera Indonesia. Di kedua lereng gunung Sijagar mengalir dua buah anak sungai . Keduanya bersatu menjadi sebuah sungai yang lebih luas di dataran rendah, dinamakan sungai Sijagar. Sungai ini kemudian bermuara ke laut. Air sungai Sijagar sangat jernih dan bening, dan rasanya sejuk serta segar. Adapun kebiasaan orang mencari kapur barus ialah sepakat, seia sekata . Adalah pantangan bagi mereka untuk bertengkar dan bersengketa bagi mereka sesama pencari kapur barus. " Hanyalah orang seia sekata saja yang mungkin berhasil dalam usaha mereka ", demikian petua yang harus dipegang teguh oleh para pencari kapur barus itu.
Keenam adik Simbuyak-mbuyak mulailah mencari kapur barus ke dalam hutan. Simbuyak-mbuyak sendiri tinggal di gubuk. Sebagai pengisi waktu dia bekerja memintal tali. Ternyata hasil yang diperoleh adik-adiknya itu tidak sebanyak yang diharapkan. Beberapa lama mereka bekerja keras mengumpulkan kapur barus hasilnya tetap mengecewakan mereka. Ada satu hal lagi yang menambah kekecewaan Simbuyak-mbuyak, yakni hasi yang sedikit itu sering-sering habis dimakan abangnya itu. Dengan demikian hanya sedikit saja kapur barus yang dapat mereka kumpulkan di gubuk mereka.
Pada mulanya mereka masih dapat bersabar melihat tingkah laku abangnya. Tetapi lama kelamaan habis juga kesabaran mereka. Pada suatu kali berkata Si Turuten : " Keadaan kita memang tidak adil. Kita semua bekerja keras, tetapi abang kita yang enak-enak saja memakani hasil-hasil yang berdikit-dikit kita kumpilkan. Jika begini terus-terusan, akan sia-sia sajalah jerih payah kita." Apa yang dikatakan Si Turuten dapat dibenarkan oleh yang lain, namun demikian Tinambunen dan Tumangger tetap berusaha menyabarkan . " Kita jangan sampai berselisih", kata yang berdua itu kepada yang lainnya. Kemudian ditunjukkannya jalan, " Jika kesepakatan sudah tidak dapat diteruskan, daripada berselisih ditengah hutan ini, lebih baik pulang saja kerumah orang tua". Akhirnya mereka setuju untguk meneruskan usaha-usaha mencari kapur barus itu. Simbuyak-mbuyak sendiri mengetahui ada rasa tidak senang pada beberapa orang adiknya. Tetapi dia selalu saja berbuat seolah-olah tidak tahu. Dan jika ditanya adiknya apa guna tali yang dipintalnya itu, dia tidak mau menjelaskan, kecuali berkata : " Tunggulah, pada suatu saat nanti, tentu tali ini akan berguna untuk kita semua". Rupanya Simbuyak-mbuyak bukan manusia biasa. Malam hari ketika semua adiknya sudah tidur lelap, maka pergilah dia ke luar menjelajahi hutan. Dia dapat mengetahui mana-mana diantara pohon itu yang berisi kapur barus dan yang tidak. Bahkan dapat juga diketahui sampai bnerapa banyak kapur barus yang ada di dalam pohon .
Namun hal itu tidak pernah diceritakannya kepada adik-adiknya. Dipihak adik-adiknya rasa tidak puaspun terus berkembang. Karena tidak ada lagi jalan lain, maka pada suatu kali di desaknyalah abangnya itu agar mengizinkan mereka pulang , dengan alasan untuk mengambil uang belanja ke kampung. " Paling lama kami akan pergi selama lima malam, dan sesudah itu kami akan berada kembali disini", demikian kata mereka. Simbuyak menjawab " Jika memang demikian cara yang baik dan yang kita sepakati , maka saya dapat menerimanya". Pergilah kalian pulang, dan biarkan saya tinggal sendiri di gubuk ini", katanya. Hanya permintaannya , kalau durian istimewa milik mereka dikampung sudah berbuah ranum, agar dia dijepu ke Sijagar.
Pada waktu itulah dia akan turut pulang guna berpesta dikampung memakan durian dan memotong ternak peliharaan mereka. Jarak antara Sijagar dengan kampung Urang Julu, kira-kira dua hari perjalanan, Karena itu timbul rasa kasihan dihati Tirambunen dan Tumangger terhadap abangnya yang cacat itu hendak ditinggalkan sendirian di dalam hutan. Yang berdua ini meminta supaya diperbolehkan tinggal untuk menemani Simbuyak-mbuyak. Hal itu tidak disetujui oleh Turuten, juga oleh Simbuyak-mbuyak. Tinambunen dan Tumangger mendesak lagi, agar sebaiknya abangnya yang paling tua itu dibawa saja pulang. " Kami berdualah yang menggendongnya selama dalam perjalanan", kata yang berdua itu. Usul inipun tidak disetujui oleh yang lain. Begitu pula Simbuyak-mbuyak nampaknya lebih suka ditinggalkan dari pada dibawa pulang ke kampung. " Adikku yang aku sayangi", katanya. " Kalian pulanglah bersama-sama. Itulah tandanya seia sekata. Mengenai diriku janganlah kalian susahkan benar. Tinggalkanlah kapur barus yang ada itu untuk bekalku. Jika kalian sampai bertengkar karena keadaanku, itu tidak baik. Tuhan telah menjadikanku dalam keadaan begini. Dan jika karena itu kalian bertengkar itu artinya kita menyesali Maha Pencipta. Tuhan akan marah, dan orang tua kitapun akan marah terhadap tingkah laku kita itu". Begitulah kata Simbuyak-mbuyak kepada adik-adiknya. Pulanglah keenam adik Simbuyak-mbuyak .
Kedatangan mereka di Urang Julu disambut kedua orang tuanya dengan pertanyaan, mengapa sampai Simbuyak-mbuyak ditinggalkan sendirian ditengah hutan. Mereka menceritakan pengalaman selama mencari kapur barus dan mempersalahkan perbuatan abangnya. Mereka minta pula, agar sebelum berangkat kembali mencari kapur barus, diadakan dulu pesta makan durian istimewa , dan memotong hewan ternak. Tinambunen dan Tumangger mengingatkan akan pesan abang mereka , agar dijemput ke Sijagar, bila pesta akan diadakan. Maka berangkatlah keduanya. Tanpa menunggu datangnya Simbuyak-mbuyak, Turuten terus saja mengambil galah dan menjolok buah durian istimewa.
Durian jatuh dan ternyata masih belum ranum seperti yang dipesankan oleh Simbuyak-mbuyak dulu. Keistimewaan durian yang sebatang itu ialah buahnya hanya satu, tapi bukan main besar dan enak rasanya. Jika buah itu dibelah, maka besar belahannya itu sampai dua hasta. Sesudah buah durian itu jatuh, maka disembelihlah hewan ternak yang paling gemuk, dan berpestalah keempat bersaudara itu dengan tidak disertai oleh saudara mereka yang tiga orang lagi. Di Sijagar, begitu adik-adiknya berangkat, Simbuyak-mbuyak segera menjelmakan dirinya sebagai seorang pemuda yang gagah dan tampan. Ketika pada suatu kali ia pergi mandi ke sungai, didapati beberapa kulit durian hanyut terapung-apung. Dan dengan ilmunya dapat ditangkapnya suara ternak yang disembelih di kampungnya. Sekarang tahulah ia, bahwa adik-adiknya sudah melangsungkan pesta di Urang Julu. Selesai mandi pulanglah Simbuyak-mbuyak ke gubuknya. Mulailah dia bekerja merentangkan tali yang selama ini dipintalnya. Tali itu dihubungkannya dengan semua pohon yang sudah terisi dengan kapur barus di hutan itu. Ada sebatang pohon yang penuh dengan kapur sejak dari akar sampai ke pucuknya. Pohon itu amat besar dan tinggi. Pohon itulah didoakan Simbuyak-mbuyak agar tumbang, dan doanya dikabulkan oleh yang Maha Kuasa. Setelah pohon besar itu jatuh ke tanah, dipotongnyalah sepanjang tujuh depa, tujuh hasta, tujuh jengkal dan tujuh jari. Mendoalah dia kembali, maka terbelah dua kayu itu. Dan kayu itupun bersatu kembal Tinambunen dan Tumangger pun sampailah ke gubuk tempat Simbuyak-mbuyak ditinggalkannya beberapa hari yang lalu.
Keduanya tak menampak abangnya di gubuk itu. Yang ada hanyalah tali terentang secara bersimpang siur dari gubuk itu kedalam hutan. Dan didapatinya pula sebatang pohon terletak dihalaman gubuk pondok dan penuh dengan kapur barus. Potongan pohon itu sangat bagus ujung pangkalnya, karena memang disengaja membuatnya demikian. Didekatinya kayu itu, tampak abangnya terbaring didalam belahannya. Mereka berdua membujuk abangnya itu, tetapi tak berhasil. Dari dalam belahan kayu itu terdengar suara Simbuyak-mbuyak menyampaikan pesannya untuk kedua orang tuanya dan handai tolan lainnya. " Sampaikan salamku dan permohonan maafku kepada mereka semua karena aku harus berangkat", katanya. Kepada adiknya berdua itu diberitahukannya, bahwa semua kayu yang kena rentangan tali-temali dari gubuk itu, adalah kayu yang banyak berisi kapur barus. "Itulah kalian ambil sebagai pengganti kapur barus yang habis kumakani selama ini" tambahnya.
Diapun mengisahkan rencananya semula, bahwa pesta memakan durian dan menyembelih hewan ternak yang gemuk diadakan untuk menyampaikan doa kepada Tuhan. "Pintaku, agar diriku menjelma menjadi seorang pemuda biasa yang sehat tiada cacat seperti ini", kata Simbuyak-mbuyak. Dikatakannya : "keadaan sudah terlanjur begini, dan terimalah kenyataan ini dengan ikhlas tanpa penyesalan". Kepada adiknya berdua, Tinambunen dan Tumangger diingatkannya, bahwa mereka akan mendapat keturunan yang baik-baik, berbudi dan pandai di kemudian hari. "Itulah karurnia Tuhan Yang Maha Kuasa kepada kalian berdua", kata abangnya. "Akhirnya semacam pertanda di masa yang akan datang, jika kelak kalian melihat banyak burung pamal di tepi laut yang jumlahnya sampai ribuan ekor, jangan heran, itulah kirimanku, sebagai ganti sekapur sirih menjelang ayah bunda serta handai tolan. Burung itu akan sangat jinak, dan akan dimasukinya rumah kalian. Tangkaplah, kemudian sembelih, dan makanlah beramai-ramai kirimanku itu", kata Simbuyak-mbuyak.
Pertanda lain yang diberitahukannya adalah : "jika angin bertiup kencang disertai hujan lebat turun dari langit akan ada burung inggal-inggal berterbangan di angkasa. Perhatikanlah ekor burung itu. Kalau ekornya diayunkannya arah ke bawah, itu tandanya telah tiba musim manungal dan menanam padi. Tetapi mungkin juga ekornya digerakkannya arah ke samping, menjadi tanda telah berakhirnya musim manungal. Jangan abaikan tanda-tanda itu karena bila dilanggar tanaman tidak akan menjadi". Sesudah mengucapkan pesan-pesannya itu, minta dirilah Simbuyak-mbuyak kepada kedua adiknya. Begitu suara dari dalam belahan kayu tadi berhenti, maka meluncurlah potongan kayu itu dengan sangat kencangnya. Luncurannya itu seperti perahu yang berlayar dengan lajunya di tengah samudera.
Searah dengan tujuan gerak kayu itu, di angkasa terlihat pula serombongan besar burung terbang berkawan-kawan. Kayu tadi meluncur terus dengan suara gemuruh, dan akhirnya mencebur ke dalam laut. Tinambunen dan Tumangger yang sejak tadi terheran saja melihat peristiwa itu, sekarang baru menyadari dirinya. Keduanyapun menangis dengan sejadi-jadinya, karena sangat sedih ditinggalkannya itu. Di kemudian hari ternyata, bahwa pohon-pohon yang dikenai oleh tali-tali Simbuyak-mbuyak memang banyak mengandung kapur barus. Keenam orang adiknya memperoleh hasil yang banyak pula karena itu. Mereka kemudian menjadi kaya.
Tentang Simbuyak-mbuyak tak diketahui lagi keadaannya sesudah itu. Hanya saja pernah terjadi para penangkap ikan mendapat perolehan yang banyak di sebuah tempat tak jauh dari pantai. Yang mereka ketahui hanya bahwa ikan yang banyak itu berkumpul di sekitar potongan kayu yang hanyut terapung-apung. Orang menduga mungkin kayu itulah yang dulunya yang dipakai Simbuyak-mbuyak meluncur dari dari lereng gunung Sijagar dan kemudian mencebur ke dalam laut. Dan ketika kayu itu dipukul orang dengan maksud bermain-main, terdengar suara dari dalam. Suara itu meminta agar dia dikeluarkan dari kayu itu.
Tidak salah, apabila keberadaan beliau dalam hati keluarga besar Si Enem Kodin perlu diperkuat. Bupati Dairi, DR. Master Parulian Tumanggor sebagai putra Tumanggor menyikapinya dengan mengumpulkan beberapa orang yang mewakili marga-marga Si Enem Kodin untuk membangun sebuah "monumen" sebagai tanda hormat kami terhadap beliau.Monumen tersebut dipancang di tepi pantai sebuah desa di Kec. Maduamas. Berbentuk sebuah tonggak kayu yang dikelilingi oleh enam tonggak lainnya yang mewakili enam marga, Tinambunan, Tumangge(o)r, Maharaja, Turuta(e)n, Pinayungan dan Anakampun (Nahampun).
So, yuk kita mbaca dan nikmati legendanya...
----
Pada masa dahulu, di tanah Dairi ada sebuah negeri Urang Julu namanya. Di negeri itulah hidup sebuah keluarga terdiri dari sembilan orang yaitu ibu, bapak dan tujuh orang anaknya. Negeri itu besar dan penduduknya banyak. Nama anak-anaknya itu mulai dari yang paling tua berturut-turut adalah Simbuyak-mbuyak, Turuten, Pinayungen, Maharaja, Tinambunen, Tumangger dan Anak Ampun. Adapun si sulung cacat tubuhnya sejak lahir, yaitu tulang belakangnya sangat lemah. Karena itu dia tak bisa berdiri apalagi berjalan seperti saudara-saudaranya yang lain. Melihat keadaan si sulung yang demikian, orang tua itu dengan bijaksana menasehati anak-anaknya; " Manusia memang menginginkan yang sempurna dan yang baik, tapi Tuhan yang menciptakan kita lebih berkuasa dan lebih menentukan. Jika dikehendakinya dikuranginya kesempurnaan kita, dan jadilah kita seperti abangmu itu. Tetapi walau bagaimana dia adalah yang tertua diantara kalian. Dan dia juga adalah ciptaan Tuhan. Karena itu kalian harus tetap hormat sebagaimana layaknya adik-adik kepada abangnya. Dan jika itu kalian tidak lakukan , maka kalian akan berdosa menurut pandangan Tuhan Yang Maha Pencipta, karena telah membeda-bedakan ciptaan-Nya. Dan semua nasehat itu dilaksanakan dengan baik oleh keenam anaknya itu. Demikianlah ketujuh bersaudara itu hidup rukun dan damai, saling hormat-menghormati satu sama lain.
Lama kelamaan meningkat dewasalah anak-anak itu dan sebagaimana biasanya di Tanah dairi, maka pemuda-pemuda yang sudah meningkat dewasa haruslah meninggalkan kampung halaman, merantau ketempat-tempat sekitar, mencari nafkah untuk hidup. Bermacam-macam pekerjaan yang dapat dilakukan pemuda-pemuda pada waktu itu, dan bahkan juga sampai sekarang ini. Umpamanya mereka mencari kemenya, mengambil mayang ataupun mengumpulkan kapur barur di hutan. Ketika itu kapur barus sangat bagus harnya, harganya berimbang dengan harga emas. Hanya emas yang ada waktu itu adalah yang rendah mutunya, yakni 8 karat saja. Demikianlah adik Simbuyakmbuyak telah bertekat hendak pergi merantau mencari kapur barus. Ketika hal itu diberitahukan mereka kepada abangnya itu, maka siabang ini pun menyatakan keinginannya, agar diajak turut bersama-sama. " Kalian ikutkanlah aku dalam rombongan. Setidak-tidaknya aku akan dapat menjaga gubuk kalian pada waktu kalian pergi ke hutan". Begitulah kata Simbuyak-mbuyak kepada adik-adiknya. Akhirnya mereka pun setuju, begitu pula kedua orang tua mereka. Maka berangkatlah ketujuh bersaudara itu.
Perjalanan mereka amat sulit, karena melalui hutan dan lembah serta gunung-gunung. Apalagi dalam perjalan itu mereka harus menggendong abangnya secara berganti-ganti. Dan ditempat-tempat tertentu seperti pendakian dan penurunan, Simbuyak-mbuyak mereka tandu bersama-sama. Lama kelamaan sampai jugalah mereka ke hutan yang banyak menghasilkan kapur barus. Mereka memilih lereng gunung Sijagar, tempat membuat gubuk untuk ditinggali selama mencari kapur barus itu. Tempat yang mereka pilih itu tepat dipertengahan lereng gunung itu , sesuai dengan permintaan abang mereka Simbuyak-mbuyak. Caranya mereka menentukan tempat itu ialah dengan jalan mengukur jarak dari kaki sampai ke puncak Gunung. Tepat dipertengahan jarak itu, di lereng gunung Sijagar mereka bangun gubuk. Kayu-kayu yang selama ini dipakai untuk pemikul Simbuyak- mbuyak mereka tanamkan dimuka gubuk.
Tak lama kemudian tumbuhlah disana pohon-pohon yang rimbun. Sampai sekarang ini jenis kayu yang berasal dari tanaman Simbuyak-mbuyak dan adik-adiknya itu masih ada disana, begitu juga bekas tempat perumahan mereka. Dari Gunung Sijagar kalau dilayangkan pandang, maka akan jelas terlihat daerah Manduamas dan Boang terbentang luas. Dan jika pandang diarahkan ke tempat yang lebin jauh , mata kita akan tertumbuk denga laut lepas Samudera Indonesia. Di kedua lereng gunung Sijagar mengalir dua buah anak sungai . Keduanya bersatu menjadi sebuah sungai yang lebih luas di dataran rendah, dinamakan sungai Sijagar. Sungai ini kemudian bermuara ke laut. Air sungai Sijagar sangat jernih dan bening, dan rasanya sejuk serta segar. Adapun kebiasaan orang mencari kapur barus ialah sepakat, seia sekata . Adalah pantangan bagi mereka untuk bertengkar dan bersengketa bagi mereka sesama pencari kapur barus. " Hanyalah orang seia sekata saja yang mungkin berhasil dalam usaha mereka ", demikian petua yang harus dipegang teguh oleh para pencari kapur barus itu.
Keenam adik Simbuyak-mbuyak mulailah mencari kapur barus ke dalam hutan. Simbuyak-mbuyak sendiri tinggal di gubuk. Sebagai pengisi waktu dia bekerja memintal tali. Ternyata hasil yang diperoleh adik-adiknya itu tidak sebanyak yang diharapkan. Beberapa lama mereka bekerja keras mengumpulkan kapur barus hasilnya tetap mengecewakan mereka. Ada satu hal lagi yang menambah kekecewaan Simbuyak-mbuyak, yakni hasi yang sedikit itu sering-sering habis dimakan abangnya itu. Dengan demikian hanya sedikit saja kapur barus yang dapat mereka kumpulkan di gubuk mereka.
Pada mulanya mereka masih dapat bersabar melihat tingkah laku abangnya. Tetapi lama kelamaan habis juga kesabaran mereka. Pada suatu kali berkata Si Turuten : " Keadaan kita memang tidak adil. Kita semua bekerja keras, tetapi abang kita yang enak-enak saja memakani hasil-hasil yang berdikit-dikit kita kumpilkan. Jika begini terus-terusan, akan sia-sia sajalah jerih payah kita." Apa yang dikatakan Si Turuten dapat dibenarkan oleh yang lain, namun demikian Tinambunen dan Tumangger tetap berusaha menyabarkan . " Kita jangan sampai berselisih", kata yang berdua itu kepada yang lainnya. Kemudian ditunjukkannya jalan, " Jika kesepakatan sudah tidak dapat diteruskan, daripada berselisih ditengah hutan ini, lebih baik pulang saja kerumah orang tua". Akhirnya mereka setuju untguk meneruskan usaha-usaha mencari kapur barus itu. Simbuyak-mbuyak sendiri mengetahui ada rasa tidak senang pada beberapa orang adiknya. Tetapi dia selalu saja berbuat seolah-olah tidak tahu. Dan jika ditanya adiknya apa guna tali yang dipintalnya itu, dia tidak mau menjelaskan, kecuali berkata : " Tunggulah, pada suatu saat nanti, tentu tali ini akan berguna untuk kita semua". Rupanya Simbuyak-mbuyak bukan manusia biasa. Malam hari ketika semua adiknya sudah tidur lelap, maka pergilah dia ke luar menjelajahi hutan. Dia dapat mengetahui mana-mana diantara pohon itu yang berisi kapur barus dan yang tidak. Bahkan dapat juga diketahui sampai bnerapa banyak kapur barus yang ada di dalam pohon .
Namun hal itu tidak pernah diceritakannya kepada adik-adiknya. Dipihak adik-adiknya rasa tidak puaspun terus berkembang. Karena tidak ada lagi jalan lain, maka pada suatu kali di desaknyalah abangnya itu agar mengizinkan mereka pulang , dengan alasan untuk mengambil uang belanja ke kampung. " Paling lama kami akan pergi selama lima malam, dan sesudah itu kami akan berada kembali disini", demikian kata mereka. Simbuyak menjawab " Jika memang demikian cara yang baik dan yang kita sepakati , maka saya dapat menerimanya". Pergilah kalian pulang, dan biarkan saya tinggal sendiri di gubuk ini", katanya. Hanya permintaannya , kalau durian istimewa milik mereka dikampung sudah berbuah ranum, agar dia dijepu ke Sijagar.
Pada waktu itulah dia akan turut pulang guna berpesta dikampung memakan durian dan memotong ternak peliharaan mereka. Jarak antara Sijagar dengan kampung Urang Julu, kira-kira dua hari perjalanan, Karena itu timbul rasa kasihan dihati Tirambunen dan Tumangger terhadap abangnya yang cacat itu hendak ditinggalkan sendirian di dalam hutan. Yang berdua ini meminta supaya diperbolehkan tinggal untuk menemani Simbuyak-mbuyak. Hal itu tidak disetujui oleh Turuten, juga oleh Simbuyak-mbuyak. Tinambunen dan Tumangger mendesak lagi, agar sebaiknya abangnya yang paling tua itu dibawa saja pulang. " Kami berdualah yang menggendongnya selama dalam perjalanan", kata yang berdua itu. Usul inipun tidak disetujui oleh yang lain. Begitu pula Simbuyak-mbuyak nampaknya lebih suka ditinggalkan dari pada dibawa pulang ke kampung. " Adikku yang aku sayangi", katanya. " Kalian pulanglah bersama-sama. Itulah tandanya seia sekata. Mengenai diriku janganlah kalian susahkan benar. Tinggalkanlah kapur barus yang ada itu untuk bekalku. Jika kalian sampai bertengkar karena keadaanku, itu tidak baik. Tuhan telah menjadikanku dalam keadaan begini. Dan jika karena itu kalian bertengkar itu artinya kita menyesali Maha Pencipta. Tuhan akan marah, dan orang tua kitapun akan marah terhadap tingkah laku kita itu". Begitulah kata Simbuyak-mbuyak kepada adik-adiknya. Pulanglah keenam adik Simbuyak-mbuyak .
Kedatangan mereka di Urang Julu disambut kedua orang tuanya dengan pertanyaan, mengapa sampai Simbuyak-mbuyak ditinggalkan sendirian ditengah hutan. Mereka menceritakan pengalaman selama mencari kapur barus dan mempersalahkan perbuatan abangnya. Mereka minta pula, agar sebelum berangkat kembali mencari kapur barus, diadakan dulu pesta makan durian istimewa , dan memotong hewan ternak. Tinambunen dan Tumangger mengingatkan akan pesan abang mereka , agar dijemput ke Sijagar, bila pesta akan diadakan. Maka berangkatlah keduanya. Tanpa menunggu datangnya Simbuyak-mbuyak, Turuten terus saja mengambil galah dan menjolok buah durian istimewa.
Durian jatuh dan ternyata masih belum ranum seperti yang dipesankan oleh Simbuyak-mbuyak dulu. Keistimewaan durian yang sebatang itu ialah buahnya hanya satu, tapi bukan main besar dan enak rasanya. Jika buah itu dibelah, maka besar belahannya itu sampai dua hasta. Sesudah buah durian itu jatuh, maka disembelihlah hewan ternak yang paling gemuk, dan berpestalah keempat bersaudara itu dengan tidak disertai oleh saudara mereka yang tiga orang lagi. Di Sijagar, begitu adik-adiknya berangkat, Simbuyak-mbuyak segera menjelmakan dirinya sebagai seorang pemuda yang gagah dan tampan. Ketika pada suatu kali ia pergi mandi ke sungai, didapati beberapa kulit durian hanyut terapung-apung. Dan dengan ilmunya dapat ditangkapnya suara ternak yang disembelih di kampungnya. Sekarang tahulah ia, bahwa adik-adiknya sudah melangsungkan pesta di Urang Julu. Selesai mandi pulanglah Simbuyak-mbuyak ke gubuknya. Mulailah dia bekerja merentangkan tali yang selama ini dipintalnya. Tali itu dihubungkannya dengan semua pohon yang sudah terisi dengan kapur barus di hutan itu. Ada sebatang pohon yang penuh dengan kapur sejak dari akar sampai ke pucuknya. Pohon itu amat besar dan tinggi. Pohon itulah didoakan Simbuyak-mbuyak agar tumbang, dan doanya dikabulkan oleh yang Maha Kuasa. Setelah pohon besar itu jatuh ke tanah, dipotongnyalah sepanjang tujuh depa, tujuh hasta, tujuh jengkal dan tujuh jari. Mendoalah dia kembali, maka terbelah dua kayu itu. Dan kayu itupun bersatu kembal Tinambunen dan Tumangger pun sampailah ke gubuk tempat Simbuyak-mbuyak ditinggalkannya beberapa hari yang lalu.
Keduanya tak menampak abangnya di gubuk itu. Yang ada hanyalah tali terentang secara bersimpang siur dari gubuk itu kedalam hutan. Dan didapatinya pula sebatang pohon terletak dihalaman gubuk pondok dan penuh dengan kapur barus. Potongan pohon itu sangat bagus ujung pangkalnya, karena memang disengaja membuatnya demikian. Didekatinya kayu itu, tampak abangnya terbaring didalam belahannya. Mereka berdua membujuk abangnya itu, tetapi tak berhasil. Dari dalam belahan kayu itu terdengar suara Simbuyak-mbuyak menyampaikan pesannya untuk kedua orang tuanya dan handai tolan lainnya. " Sampaikan salamku dan permohonan maafku kepada mereka semua karena aku harus berangkat", katanya. Kepada adiknya berdua itu diberitahukannya, bahwa semua kayu yang kena rentangan tali-temali dari gubuk itu, adalah kayu yang banyak berisi kapur barus. "Itulah kalian ambil sebagai pengganti kapur barus yang habis kumakani selama ini" tambahnya.
Diapun mengisahkan rencananya semula, bahwa pesta memakan durian dan menyembelih hewan ternak yang gemuk diadakan untuk menyampaikan doa kepada Tuhan. "Pintaku, agar diriku menjelma menjadi seorang pemuda biasa yang sehat tiada cacat seperti ini", kata Simbuyak-mbuyak. Dikatakannya : "keadaan sudah terlanjur begini, dan terimalah kenyataan ini dengan ikhlas tanpa penyesalan". Kepada adiknya berdua, Tinambunen dan Tumangger diingatkannya, bahwa mereka akan mendapat keturunan yang baik-baik, berbudi dan pandai di kemudian hari. "Itulah karurnia Tuhan Yang Maha Kuasa kepada kalian berdua", kata abangnya. "Akhirnya semacam pertanda di masa yang akan datang, jika kelak kalian melihat banyak burung pamal di tepi laut yang jumlahnya sampai ribuan ekor, jangan heran, itulah kirimanku, sebagai ganti sekapur sirih menjelang ayah bunda serta handai tolan. Burung itu akan sangat jinak, dan akan dimasukinya rumah kalian. Tangkaplah, kemudian sembelih, dan makanlah beramai-ramai kirimanku itu", kata Simbuyak-mbuyak.
Pertanda lain yang diberitahukannya adalah : "jika angin bertiup kencang disertai hujan lebat turun dari langit akan ada burung inggal-inggal berterbangan di angkasa. Perhatikanlah ekor burung itu. Kalau ekornya diayunkannya arah ke bawah, itu tandanya telah tiba musim manungal dan menanam padi. Tetapi mungkin juga ekornya digerakkannya arah ke samping, menjadi tanda telah berakhirnya musim manungal. Jangan abaikan tanda-tanda itu karena bila dilanggar tanaman tidak akan menjadi". Sesudah mengucapkan pesan-pesannya itu, minta dirilah Simbuyak-mbuyak kepada kedua adiknya. Begitu suara dari dalam belahan kayu tadi berhenti, maka meluncurlah potongan kayu itu dengan sangat kencangnya. Luncurannya itu seperti perahu yang berlayar dengan lajunya di tengah samudera.
Searah dengan tujuan gerak kayu itu, di angkasa terlihat pula serombongan besar burung terbang berkawan-kawan. Kayu tadi meluncur terus dengan suara gemuruh, dan akhirnya mencebur ke dalam laut. Tinambunen dan Tumangger yang sejak tadi terheran saja melihat peristiwa itu, sekarang baru menyadari dirinya. Keduanyapun menangis dengan sejadi-jadinya, karena sangat sedih ditinggalkannya itu. Di kemudian hari ternyata, bahwa pohon-pohon yang dikenai oleh tali-tali Simbuyak-mbuyak memang banyak mengandung kapur barus. Keenam orang adiknya memperoleh hasil yang banyak pula karena itu. Mereka kemudian menjadi kaya.
Tentang Simbuyak-mbuyak tak diketahui lagi keadaannya sesudah itu. Hanya saja pernah terjadi para penangkap ikan mendapat perolehan yang banyak di sebuah tempat tak jauh dari pantai. Yang mereka ketahui hanya bahwa ikan yang banyak itu berkumpul di sekitar potongan kayu yang hanyut terapung-apung. Orang menduga mungkin kayu itulah yang dulunya yang dipakai Simbuyak-mbuyak meluncur dari dari lereng gunung Sijagar dan kemudian mencebur ke dalam laut. Dan ketika kayu itu dipukul orang dengan maksud bermain-main, terdengar suara dari dalam. Suara itu meminta agar dia dikeluarkan dari kayu itu.
Si 6MARGA - MARGA SI ENEM KODEN Menanggapi kuso-kuso i pakpakonline, mengenai marga si enem koden, situhuna memang imo marga : Tumangger, Tinambunen, Pinayungen, Maharaja, Turuten ket Anakampun. Kum marga Boangmenalu ket Bancin, gabe merdengan sibeltek deket marga si 6 koden, imo ala lot perpadanen, antara marga Boangmenalu i Simsim nai ket marga Tumangger i Kelasen nai. Ceritrana mpung marga Boangmenalu, sada katika laus mi Kelasen, jadi isada bekas/kuta pejumpa ia ket marga Tumangger, tapi perjumpaen kalak i awalna oda mende, alana gabe mertenju mo kalaki sidua, selama 7 ari 7 berngin tapi oda lot ise talu, jadi kumerna nggo lejana kalak i. mertenju i oda lot ise natalu, ahirna merarih mo kalak i sidua, hasil perarihen kalak idi, gabe sada ranamo kalak i duana, gabe merkaka-merkuanggi (jadi abang-adek), enmo kesepakaten kalak idi. Janah kesepakaten/perpadanen kalak i marga Boangmenalu mo si kakaen/situaen, janah mersipentandaaen dengan sibeltekmo kalak i sidua, janah ibas perpadanen kalak i, ibuat mo sada lalu (antan), janah ipajekken kalak i siduamo lalu idi, ninginna sepakat kalak deket mendok rana kalaki duana, janah en mo isi ni rana padanna : Lalu (antan) enmo jadi bukti perpadanenta, ninginna idoken kalak i, mula idike sikalien tubuh lalu sinipajekkenta en, boimo kita mersibuaten, tapi kum oda tubuh sibeltekmo kita, deket dengan tubuhta karinana, janah oda boi mersibuaten berru ket anak kita kaduan niari. Janah ternyata ia lalu sinipajekken kalak i sidua odango tubuh, jadi imo dalanna asa gabe sibeltek Boangmenalu ket Tumangger ket karina dedahen kalak i sidua. Dedahen Boangmenalu, imo marga Bancin, dedahen marga Tumangger imo : Tinambunen, Pinayungen, Maharaja, Turuten ket Anakampun, jadi imo dasarna asa gabe merdengan sibeltek marga Boangmenalu , Bancin, Tumangger, Tinambunen, Pinayungen, Maharaja, Turuten ket Anakampun. sakat mibagendari. Janah enmo penulisen sibenar marga-marganta. Tapi kumerna guru-guru simengajar isikola arnia mbue dengan Teba, gabe lot mersalahen penulisen marga-marga sukunta Pakpak pada umumnya. Misalna : Boangmenalu isurat : Boangmanalu, marangpe gabe Boang Manalu, Berutu isurat : Barutu, Tumangger isurat Tumanggor, Anakampun isurat : Nahampun, ket mbue deng sidebaenna idi. Jadi bagi generasi muda bagendari nipingido ket harap asa setiap Penulisen Marganya ditulis dengan benar sesuai aslinya. Bagimo penjelasan bai nami nai, janah mula lot na kurang sppe, asa mersipesengeten kita, demi kemajuan idebtitas kita suku Pakpak Dairi. Njuah-njuah. Koden
MARGA - MARGA SI ENEM KODEN
Menanggapi kuso-kuso i pakpakonline, mengenai marga si enem koden, situhuna memang imo marga : Tumangger, Tinambunen, Pinayungen, Maharaja, Turuten ket Anakampun.Kum marga Boangmenalu ket Bancin, gabe merdengan sibeltek deket marga si 6 koden, imo ala lot perpadanen, antara marga Boangmenalu i Simsim nai ket marga Tumangger i Kelasen nai.
Ceritrana mpung marga Boangmenalu, sada katika laus mi Kelasen, jadi isada bekas/kuta pejumpa ia ket marga Tumangger, tapi perjumpaen kalak i awalna oda mende, alana gabe mertenju mo kalaki sidua, selama 7 ari 7 berngin tapi oda lot ise talu, jadi kumerna nggo lejana kalak i. mertenju i oda lot ise natalu, ahirna merarih mo kalak i sidua, hasil perarihen kalak idi, gabe sada ranamo kalak i duana, gabe merkaka-merkuanggi (jadi abang-adek), enmo kesepakaten kalak idi. Janah kesepakaten/perpadanen kalak i marga Boangmenalu mo si kakaen/situaen, janah mersipentandaaen dengan sibeltekmo kalak i sidua, janah ibas perpadanen kalak i, ibuat mo sada lalu (antan), janah ipajekken kalak i siduamo lalu idi, ninginna sepakat kalak deket mendok rana kalaki duana, janah en mo isi ni rana padanna : Lalu (antan) enmo jadi bukti perpadanenta, ninginna idoken kalak i, mula idike sikalien tubuh lalu sinipajekkenta en, boimo kita mersibuaten, tapi kum oda tubuh sibeltekmo kita, deket dengan tubuhta karinana, janah oda boi mersibuaten berru ket anak kita kaduan niari.
Janah ternyata ia lalu sinipajekken kalak i sidua odango tubuh, jadi imo dalanna asa gabe sibeltek Boangmenalu ket Tumangger ket karina dedahen kalak i sidua. Dedahen Boangmenalu, imo marga Bancin, dedahen marga Tumangger imo : Tinambunen, Pinayungen, Maharaja, Turuten ket Anakampun, jadi imo dasarna asa gabe merdengan sibeltek marga Boangmenalu , Bancin, Tumangger, Tinambunen, Pinayungen, Maharaja, Turuten ket Anakampun. sakat mibagendari.
Janah enmo penulisen sibenar marga-marganta. Tapi kumerna guru-guru simengajar isikola arnia mbue dengan Teba, gabe lot mersalahen penulisen marga-marga sukunta Pakpak pada umumnya. Misalna : Boangmenalu isurat : Boangmanalu, marangpe gabe Boang Manalu, Berutu isurat : Barutu, Tumangger isurat Tumanggor, Anakampun isurat : Nahampun, ket mbue deng sidebaenna idi.
Jadi bagi generasi muda bagendari nipingido ket harap asa setiap Penulisen Marganya ditulis dengan benar sesuai aslinya. Bagimo penjelasan bai nami nai, janah mula lot na kurang sppe, asa mersipesengeten kita, demi kemajuan idebtitas kita suku Pakpak Dairi. Njuah-njuah.
Langganan:
Postingan (Atom)